Monday, November 19, 2012

Kisah Masa lalu (Just Story)


"Siap dilamar?"

deg. . .deg. . .deg. . .
malem itu, suasana yang tadinya sunyi sekan ribut dengan suara jantung yang berdentum tak mau berhenti.
Rasanya benar-benar kaget dihujam pertanyaan yang terdengar aneh itu. Aku-pun bertanya dalam hati. Apa sebenarnya maksud dari pertanyaan itu? Apakah dia sudah benar-benar ingat dengan pertanyaan pada saat 2 Juni dua tahun yang lalu? Ah..hanya perasaanku saja.

Aku sudah tidak bisa berfikir lagi, jawaban apa yang harusnya aku berikan dengan pertanyaan singkat itu. Haruskah dengan pede-nya ku jawab iya siap. Atau malah dengan sejujurnya ku jawab belum memikirkan.  

"Kalau lamaran si, siap-siap aja. Hanya saja yang perlu pertimbangan adalah jawaban dari lamaran itu. Ada apa?" 

Akhirnya sms itupun yang terkirim ke no tersebut.

1 menit, 2 menit. . . belum ada jawaban.
Ku tunggu hingga menit-menit itu berlalu saja entah sampai menit keberapa aku menunggu jawabnya,

tulilat tulilit tulilit. . .

nada pesan hp Nokia-ku berbunyi.
Sebaris, dua baris, pesan itu ku baca. . .
Tidak terasa, tiba-tiba saja air mataku mulai menetes. . .
Aku merasa kerongkonganku tiba-tiba panas dan membuatku tidak bisa berkata lagi.
Kata-katanya membuatku benar-benar kecewa.
Dan ku fikir ternyata, aku benar-benar salah menilainya. Aku benar-benar bodoh telah lama menanti dirinya kembali. Seakan ribuan kenangan indah bersamanya, pupus lebur dan menghilang tergantikan kemarahan tiba-tiba.

"Apa salahku ya Allah??" teriakku dalam hati.
ku baca lagi, berualang-ulang kali sampai aku mengerti dari bunyi pesan tersebut,
namun yang terjadi, semakin ku baca, semakin tersakiti hati ini.

"Daripada seperti mengejar-ngejar gini, lebih baik jika sudah dekat sama seorang ikhwan, nanti minta dilamar saja.
Afwan saya sedikit risih dengan sms-sms yang terlihat ada ada yang lain dibalik tulisan sms tersebut. Juga ada niat untuk berkunjung ke rumah saya untuk bertemu langsung sama ibu, saya belum pernah tahu pada zaman Rasul ada seperti ini."

Blarrrrrrrrr
Seakan tersengat arus listrik dengan ribuan volt menimpa tubuh ini.
Secepat air mataku menetes, mengalir di bajuku. Secepat itu pula ku balas pesannya. . .

"Kalau semua ada pada zaman Rasul, tidak mungkin pula ada pemikiran ulama tentang sesuatu yang mendetil karena memang sudah ada contohnya.
Mengenai ibu itu bukan karenamu, tapi itu karena memang saya punya janji dengan beliau. Hanya minta pendapat saja.
Kalau di fikiran anda hanya ada lamaran dan pernikahan, silahkan saja duluan. Mohon maaf, sampai saat ini saya juga belum memikirkannya.
Kalau memang merasa risih, tolong jelasin kenapa selalu menghindar dari saya. Apa salah saya?"

Aku menangis sejadi-jadinya. Aku sedih, takut, kecewa serta marah dengan tindakannya. Betapa dia yang selama ini ku tunggu, dengan mudahnya melemparku ke dasr palung curam itu.
Dia benar telah banyak berubah, Dia yang dulunya selalu menghargaiku, menyayangiku, berubah jadi seorang monster yang siap membunuhku dengan kata-kata pahitnya.
Dia yang mengakhiri semuanya dengan alasan akan memulainya lagi dengan akad yang berbeda, seakan hanya kata-kata yang tertelan begitu saja.
Ini-kah akhir kisahku Allah...

Teringat saat masa itu dengannya...
di musim liburan sekolah tiga tahun lalu...
Masjid itu adalah saksi bisu adanya commitment diantara kita. Janji suci dengan-mu adalah moment terindah dalam hidupku.

"kan ku titipkan hatiku padamu ... dan aku minta tolong untukmu menjaga hatiku."

Subhanallah, andai saja waktu bisa mengulang masa itu, kan ku jaga sampai masa kini dan masa yang akan datang. 

Setiap asa yang pernah kita bangun bersama, kan tetap menjadi kisah klasik untuk masa depan. 
Meski perih hati ini menunggu,
Meski sakit hati merasa telah dihianati,
tapi aku disini, menunggu keajaiban rahmat Allah dengan seluas mahabbah dan kuasanya,
Jika memang Dia yang terbaik untukku, maka pertemukan janji kami kembali,
di tempat yang terindah, yang kan kulalui hanya bersamamu.
SurgaNya.

No comments:

Post a Comment