Hari ini Khalid
sedang bingung, bukan bingung menunggu pengumuman SMUN, karena beberapa
hari yang lalu Khalid mendapat konfirmasi dari SMUN dan lolos, begitupun
Dhisya. Dari IPB hanya mereka berdua yang lolos. Khalid senang, Ia
berharap akan menjadi lebih bermanfaat nanti. Namun
yang lebih
membuatnya bahagia adalah karena Dhisya juga lolos, maka selama dua
bulan ke depan mereka akan hidup bersama dalam satu atap, asrama SMUN,
Khalid di lantai dua, sedangkan Dhisya di lantai tiga. Peserta SMUN akan
mengikuti pelatihan pendidikan selama dua bulan untuk pembekalan
menjadi Guru Model SMUN Dompet Dhuafa. Dua bulan ini pula yang akan
dijadikan Khalid untuk mengenal Dhisya lebih dekat.
Rasa untuk Dhisya bak
bola salju, semakin lama, menjadi semakin besar. kian membuncah. Dhisya
juga merasakan hal yang sama, namun sebagai perempuan yang baik, Dhisya
tidak akan sembarangan meluapkannya. Dhisya mampu menyimpan rapi sekali
perasaannya di hadapan Khalid. Jika menelepon dan sms, tidak ada yang
aneh, wajar-wajar saja. Ia berhasil membuat Khalid sama sekali tidak
mengetahui rasa itu. Rasa yang juga kian membuncah di dadanya.
Namun ada yang
mengusik hati Khalid, Dyah akhir-akhir ini lumayan sering
menghubunginya, menanyakan apakah Khalid masih memiliki rasa untuk
anaknya, Rina Hapsari. Dyah benar-benar ingin mendapatkan menantu yang
baik seperti Khalid. Apalagi Dyah menangkap masih ada rasa yang besar
untuk Khalid di mata anaknya, Rina. Tiga tahun bersama jelas bukan waktu
yang sebentar. Banyak kenangan yang sudah membekas di hati Rina.
Diam-diam Rina juga merasa menyesal pernah bertindak bodoh, menyakiti
Khalid yang dulu benar-benar menyintainya. Kini Ia tahu bahwa mencari
lelaki yang sabar seperti Khalid memang tidak mudah.
Rina juga tidak
tahu kalau Dyah, sang ibu sering menghubungi Khalid belakangan ini. Dyah
menelpon Khalid selalu ketika malam hari, saat Rina sudah terlelap. Dan
Setiap kali Dyah menelpon, Khalid hanya menjawab dengan kalimat
diplomatis, tidak menerima dan juga menolak, kalau jodoh insya Allah Khalid akan menjadi menantu tante, tapi kalau tidak jodoh, mau diapain juga tidak akan bisa tante. Hanya itu.
Khalid bimbang,
harus memilih satu diantaranya, Dhisya atau Rina. Memandang keduanya
memang menenangakan, sama-sama menutup auratnya dengan sangat baik. Rina
anak sulung yang manja, ngalem sekali ia kalau sama Khalid, benar-benar
menggemaskan. Sedangkan Dhisya adalah bungsu yang dewasa, mandiri, dan
cerdas. Hey Khalid, tegaslah, mau yang dewasa atau yang masih anak-anak?
Di hati Khalid
memang masih ada rasa yang tersisa untuk Rina, namun bayangan kelam masa
lalu benar-benar tak bisa dilupakan dengan mudah. Semua pengorbanannya
dahulu disia-siakan Rina. Ia trauma. Sedangkan rasa untuk Dhisya juga
kian tumbuh, namun Ia belum tahu pasti apakah Dhisya juga memiliki rasa
yang sama. Bagaimana jika ternyata Dhisya tidak memiliki rasa apapun ke Khalid?
Andai Khalid
tahu bahwa Dhisya juga mencintainya, mungkin tidak akan menjadi serumit
ini. Disinilah lemahnya manusia, Ia tidak memiliki ilmu apa-apa. Jika
jemari kita dicelupkan ke dalam lautan, kemudian diangkat, maka air yang
membasahi jemari kita, itulah ilmu manusia. Sedangkan air yang ada di
lautan adalah ilmu Allah. Jelas tidak ada apa-apanya, namun manusia
sering lupa dan sombong, bangga dengan ilmunya dan melupakan sang
pencipta. Ah kasihan sekali manusia.
Sudah jam 9 pagi, dengan kebimbangan di hatinya, Khalid tetap membantu Tuminah membuat kue siput untuk
cemilan lebaran, Yudi masih terlelap setelah kembali merangkul mimpi
ba’da Shubuh tadi, sedangkan Salim sedang ke Pasar. Tiga hari lagi
lebaran tiba.
”Kapan kamu akan kembali ke Bogor Lid?” tanya Tuminah sambil membuat adonan kue.
“Mungkin
seminggu setelah lebaran Mak” jawab Khalid, “Kemarin aku udah minta
temen yang ada di Bogor
“Terus nanti tiketnya kamu ambil dimana?”
“Dikirim lewat
email. Kayak surat gitu, tapi pake internet. Jadi nanti pas di kota
Bengkulu aku ambil di warnet terus di print” Khalid menjelaskan. Tuminah
memang hanya lulusan SD, banyak istilah yang Ia tidak mengerti.
“Ooohh.. Ya udah gak apa-apa. Ambil aja, mumpung murah. Tahun lalu kamu kan dapet tiketnya mahal tuh, sampe 800ribuan”
“Iya mak” Khalid mengiyakan, “Mbak endang sama Mas Nur kapan ke rumah mak? Aku udah kangen sama Fajar, Salwa, Tia, dan Arum”
“Kemarin pas
nelpon, katanya ke rumahnya pas malam takbiran. Mbak Endang harus
menjaga warungnya. Lumayankan, semakin dekat lebaran, biasanya semakin
ramai yang ke warung membeli bahan pokok untuk persediaan lebaran”
Khalid
mengangguk dan kembali asik memilin adonan yang sudah disediakan oleh
Tuminah. Kue siput adalah kue kacang goreng yang dibalut oleh adonan
tepung hingga membentuk seperti siput yang memanjang.
“Mak, kemarin tante Dyah nelpon Khalid dan bilang kalau Rina masih suka sama Khalid. Khalid disuruh ke rumahnya” Khalid menceritakan semuanya ke Tuminah, “Tante Dyah ingin Khalid melamar Rina mak”
“Wes, ora usah to lhe, opo kuwe lali mbiyen Rina wes nyakitin awakmu lhe? Rina juga kan manja banget Lid. Cari yang lain aja”
“Iya mak, Aku juga sebenarnya masih bingung. Aku sih sebenarnya juga masih sayang lo mak sama Rina, tapi kalau inget dulu dia gak pernah serius sama Aku, jadi takut juga kalau Rina ngulangin lagi tingkahnya dulu” Khalid menjelaskan, “Apalagi sekarang aku juga lagi suka sama orang mak, makanya bingung”
“Suka sama siapa? Anak mana Lid? Siapa namanya?” Tuminah menjadi antusias.
“Namanya Dhisya
Hanna Annahla, mak. Panggilannya Dhisya. Aku kenal pas wawancara SMUN di
Dompet Dhuafa kemarin mak. Anak IPB juga, tinggal di Depok”
“Wong jowo?”
“Bukan mak,
Sunda campur Betawi mak. Tapi anaknya baik dan sholehah. Jilbabnya itu
lo mak, lebar banget, Aku suka. Kemana-mana pakai kaos kaki dan manset.
Dia benar-benar menjaga auratnya dengan baik”
“Tapi bukannya orang Betawi itu keras-keras ya Lid? Kenapa gak nyari yang orang jawa aja. Orang jawa itu nerimo dan manut sama suami Lid”
“Dhisya kan
punya pemahaman yang baik mak, walau bukan orang jawa pasti juga mau
manut sama suami. Suami itu kan imam dan kunci syurga bagi istri to?”
“Ya udah kalau
kamu yakin dia baik dan sholehah kamu ngomong aja ke dia” Tuminah duduk
di hadapan Khalid dan membantu memilin adonan yang lumayan banyak di
hadapan Khalid.
“Masalahnya aku
gak tau mak, dia suka sama aku atau gak. Lagian orang kayak dia mana mau
sembarangan ngomong suka. Orang kayak dia itu biasanya gak mau pacaran,
kalau memang suka ya menikah langsung”
“Mosok gitu lhe, lah terus belum kenal gitu emang bisa langgeng pernikahannya? Mbok yo pacaran dulu beberapa bulan biar saling mengenal”
“Dalam Islam
itukan memang gak ada pacaran mak. Banyak mudhorotnya. Ciuman lah,
peluk-pelukan lah. Tuh di berita juga kan banyak orang yang hamil di
luar nikah karena pacaran mak” Khalid mencoba menjelaskan kepada
Tuminah.
Tuminah mengangguk mengerti, “Ya udah, kalau kamu maunya langsung menikah juga bagus”
“Iya mak, tapi
kan aku masih bingung, milih Rina atau Dhisya? Kalau milih Rina, udah
jelas insya Allah diterima, tapi Rina memang manja dan dulu kan pernah
nyakitin aku. Ntar pas udah nikah kalau ngulangi lagi kayak dulu kan
repot” Khalid menjelaskan, “Kalau milih Dhisya, aku gak tau dia suka
juga sama aku atau gak. Kalau ternyata dia gak suka sama aku gimana?”
“Lah kamu sudah minta petunjuk sama Allah belum Lid? Sudah shalat istikharah?”
Ataghfirullah
hal ‘adzim, mengapa aku melupakan Mu ya Allah. Aku lupa bahwa urusan
ini Engkaulah yang lebih mengetahui mana yang baik dan buruk, Khalid membatin.
“Belum mak, Lupa”
“Kalau gitu,
kamu minta petunjuk dulu sama Allah. Shalat malam dan istikharah. Apapun
hasilnya nanti, mamak dukung. Kalaupun Rina, ya tidak apa-apa, siapa
tau dia sudah berubah dan menjadi lebih baik bersama kamu”
“Iya mak, nanti aku shalat malam dan istikharah dulu”
*****
Di pertigaan
malam Khalid harus bangkit dan mengakhiri mimpinya. Ia lihat Yudi masih
terlelap sekali di sampingnya. Bagaimana tidak, Ia baru tidur jam 1
dinihari, biasa, main winning eleven di PS duanya. Setelah
merasa nyawanya kembali penuh, Khalid keluar kamar perlahan, Ia tidak
ingin menimbulkan keributan dan membangunkan yang lain. Namun Khalid
salah, Tuminah dan Salim ternyata sudah bangun dan sedang shalat di
mushalla rumah mereka.
Khalid masuk ke kamar mandi, bersih-bersih sejenak dan berwudhu. Setelah mengganti pakaian dengan yang lebih layak untuk menghadap Allah, Khalid memilih shalat di kamar tamu rumahnya yang sedang kosong. Khalid ingin hanya berdua saja dengan Allah.
Khalid memulai
ritual malamnya dengan melakukan shalat taubat. Ia merasa sangat
bersalah karena sudah sejauh ini belum melibatkan Allah sedikitpun dalam
proses yang sedang Ia jalani. Ia terlena dengan nikmatnya getaran rasa
di hatinya. Ia lupa bahwa getaran dan rasa itu adalah anugerah dari
tuhannya.
Ya Allahu Rabbuna, hamba telah melupakan Mu dalam proses yang sedang hamba jalani ini. Hamba lupa dan lalai. Mata Khalid basah. Ya
Allahu Rabbuna, ampuni hamba jika selama proses dan interaksi hamba
dengan Dhisya selama ini ada hal-hal yang tidak engkau ridhoi.
Setelah selesai
melakukan shalat taubat, Khalid melanjutkan dengan melakukan shalat
hajat dan istikharah. Begitu banyak keinginan yang disampaikan Khalid
malam ini ke Allah dan Allah menyukainya. Allah menyukai hamba yang
banyak meminta kepada Nya.
Ya Allahu
Rabbuna, engkaulah yang membolak balikkan hati hamba. Engkau mengetahui
setiap bisikan dan rasa yang ada di hati hamba. Engkau juga pasti
mengetahui bahwa hamba masih memiliki rasa yang besar ke Rina, namun
masa lalu yang kelam menjadi trauma tersendiri bagi hamba ya Rabb.
Ya Allahu
Rabbuna, sungguh tidak ada daya dan upaya melainkan hanya milik Mu ya
Rabb. Sungguh hanya engkaulah yang mengetahui rahasia langit dan bumi,
engkaulah yang mengetahui mana yang baik dan buruk untuk hamba ya Allah,
maka berilah petunjuk kepada hamba agar hamba tidak salah menentukan
siapa yang akan hamba pilih. Amin.
Selesai
memanjatkan doa kepada Allah, Khalid membuka al Quran mungilnya dan
melanjutkan tilawah. Beberapa halaman saja. Perlahan ia membacanya.
Damai sekali.
Setelah itu,
Khalid melipat sajadahnya dan menuju ke dapur. Ada suara berisik disana,
ternyata Tuminah sedang memanaskan beberapa sisa makanan tadi malam
sambil menanak nasi di rice cooker. Sebentar lagi semua menu siap tersedia.
“Yudi mana Lid?” tanya Tuminah yang menyadari kedatangan Khalid.
“Masih tidur mak. Tadi kayaknya dia begadang lagi”
“Selalu aja tuh
adikmu main PS sampai lupa waktu. Diingetin ya Lid, kasian kalau
begadang setiap hari. Apalagi sejak kecelakaan beberapa tahun yang lalu,
adikmu itu jadi mudah sakit-sakitan”
“Insya Allah mak”
“Oia, kamu mau dibuatin apa minumnya? Teh atau susu?”
“Teh manis aja deh mak. Aku kan gak suka susu”
Setelah semuanya
tersaji di meja makan, barulah Khalid membangunkan Yudi. Sahur kali ini
tidak begitu spesial, hanya ada nasi hangat, telur dadar, tumis
kangkung, dan sambal tomat. Apapun menunya, Khalid selalu menikmati
setiap masakan Tuminah. Nikmat sekali.
Pagi ini Khalid
merasakan kedamaian yang dalam sekali, walau tadi ia sudah bangun ketika
masih banyak manusia yang tidur, namun ia sama sekali tidak mengantuk.
Justru ketenangan dan semangatlah yang terpancar di wajah Khalid. ia
lega karena sudah menumpahkan semua masalahnya kepada Allah. Ia sudah
memasrahkan semuanya kepada sang pencipta.
Dhuha menjelang,
Tuminah dan Salim sudah bersiap-siap melakukan shalat dhuha 8
rekaatnya. Ini adalah kebiasaan yang berhasil ditanamkan Suyanto kepada
Tuminah. Begitu kuat tertanam, hingga ketika kini Suyanto sudah 3 tahun
meninggal, Tuminah masih istiqomah menjalannya. Khalid menyaksikan
Tuminah dan Salim yang sedang melaksanakan Dhuha, Salim menjadi imam dan
Tuminah mengikuti dari belakang. Persis seperti dahulu ketika Suyanto
masih hidup. Khalid tergerak untuk melaksanakan Dhuha juga, Ia kemudian
bangkit dari duduknya dan menuju kamar mandi untuk bersih-bersih dan
berwudhu.
Khalid kembali bersimpuh di hadapan Allah, menjalan 4 rekaat dhuhanya sambil kembali bermunajat kepada Allah. Ya Allah, sungguh tidak ada daya dan kekuatan kecuali hanya milikmu, gumam Khalid dalam doanya.
No comments:
Post a Comment